By. Idris Parakkasi

Konsultan Ekonomi dan Keuangan Islam
Ekbis Syariah. Dalam Islam lembaga zakat memiliki peran penting dalam distribusi kekayaan dan penanggulangan kemiskinan di masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Zakat sebagai salah satu pilar ekonomi Islam,tidak hanya berfungsi sebagai ibadah individual, tetapi juga sebagai mekanisme sosial-ekonomi untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks modern, penerapan prinsip Good Governance dalam pengelolaan lembaga zakat menjadi sangat penting untuk memastikan efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana zakat sebagai salah satu unsur utama keuangan sosial (social finance) dalam Islam.
Konsep Good Governance dalam konteks lembaga zakat, merujuk pada praktik-praktik pengelolaan yang baik sesuai aturan Islam (fiqih zakat), transparan, akuntabel, responsif, dan partisipatif. Ada beberapa prinsip-prinsip Good Governance dalam pengelolaan zakat mencakup aspek-aspek berikut:
- Kepatuhan syariah: Konsistensi dalam mengelola zakat sesuai al-quran dan sunnah
- Partisipasi: Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
- Transparansi: Keterbukaan dalam proses pengelolaan dana zakat.
- Akuntabilitas: Pertanggungjawaban lembaga zakat terhadap pengelolaan dana zakat.
- Efisiensi dan Efektivitas: Penggunaan sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil maksimal.
- Keadilan: Perlakuan yang adil dan merata terhadap semua mustahik (penerima zakat).
- Responsivitas: Tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Implementasi prinsip-prinsip ini di lembaga zakat akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, yang pada gilirannya akan meningkatkan partisipasi mereka dalam menunaikan zakat.
Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, memiliki potensi zakat yang sangat besar. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), potensi zakat di Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan mencapai Rp327,6 triliun. Namun, realisasi pengumpulan zakat baru mencapai sekitar Rp10 triliun atau kurang dari 5% dari potensi yang ada. Rendahnya tingkat realisasi ini menunjukkan masih adanya tantangan dalam pengelolaan zakat yang belum efektif dan efisien.
Data dari BAZNAS menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pengumpulan zakat adalah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip Good Governance menjadi kunci untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Dalam Islam, zakat merupakan salah satu dari rukun Islam dan wajib bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Dalil yang mendasari kewajiban zakat di antaranya terdapat dalam Al-Qur’an, seperti pada Surah Al-Baqarah (2:267) yang menegaskan pentingnya mengeluarkan zakat dari harta yang baik. Selain itu, hadits Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya pengelolaan zakat yang amanah. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seseorang di antara kalian yang apabila bekerja, maka dia melakukan pekerjaannya dengan itqan (profesional dan baik).” (HR. Muslim)
Dalil ini menjadi dasar bagi lembaga zakat untuk menjalankan amanahnya dengan baik dan profesional, termasuk dalam menerapkan prinsip-prinsip Good Governance.
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU ini mengatur berbagai aspek terkait pengelolaan zakat, termasuk pembentukan BAZNAS sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengelola zakat secara nasional dan sebagai koordinator lembaga amil zakat (LAZ) yang dikelola oleh masyarakat. Ada beberapa poin penting dari UU No. 23 Tahun 2011 yang relevan dengan Good Governance antara lain:
- Akuntabilitas: Pasal 18 UU No. 23 Tahun 2011 mengatur bahwa BAZNAS dan LAZ wajib melaporkan pengelolaan zakat kepada pemerintah dan masyarakat setiap tahun. Laporan ini mencakup informasi tentang penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, serta dana sosial keagamaan lainnya.
- Transparansi: Pasal 19 UU yang sama mengatur kewajiban lembaga zakat untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada publik. Ini adalah bentuk transparansi yang diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
- Efektivitas dan Efisiensi: Pasal 21 menyebutkan bahwa pengelolaan zakat harus dilakukan dengan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas. Prinsip ini selaras dengan konsep Good Governance.
- Keadilan: Pasal 24 UU No. 23 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa distribusi zakat harus dilakukan berdasarkan asas keadilan dan proporsionalitas, sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Ini memastikan bahwa semua golongan mustahik menerima hak mereka secara adil.
Meskipun regulasi dan prinsip syariah sudah jelas, tantangan dalam mewujudkan Good Governance pada lembaga zakat di Indonesia masih banyak. Beberapa tantangan utama meliputi:
- Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas: Masih ada beberapa lembaga zakat yang kurang transparan dalam pengelolaan dana, baik dalam hal penerimaan maupun penyaluran. Hal ini seringkali menimbulkan keraguan di kalangan muzakki (pemberi zakat) terkait penggunaan dana yang mereka keluarkan.
- Tata Kelola yang Lemah: Beberapa lembaga zakat masih memiliki sistem tata kelola yang lemah, termasuk kurangnya mekanisme pengawasan internal yang efektif. Ini dapat menyebabkan inefisiensi dan potensi penyalahgunaan dana zakat.
- Kurangnya Pemanfaatan Teknologi: Teknologi informasi memainkan peran penting dalam meningkatkan transparansi dan efisiensi. Namun, banyak lembaga zakat yang belum memanfaatkan teknologi dengan maksimal, baik untuk pengumpulan, distribusi maupun pelaporan zakat.
- Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami pentingnya kewajiban zakat dan manfaatnya untuk pemberdayaan ekonomi umat dan keadilan distribusi kekayaan serta pertumbuhan ekonomi. Edukasi dan literasi tentang zakat masih perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih berpartisipasi aktif dalam menunaikan zakat.
Untuk menghadapi tantangan tersebut dan mewujudkan Good Governance, beberapa strategi dapat diimplementasikan oleh lembaga zakat:
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Lembaga zakat perlu meningkatkan keterbukaan informasi terkait pengelolaan dana zakat. Ini bisa dilakukan dengan rutin mempublikasikan laporan keuangan zakat yang telah diaudit dan mengadakan forum pertanggungjawaban publik secara berkala.
- Memperkuat tata kelola internal: Penguatan tata kelola internal melalui pembentukan komite audit, pelatihan manajemen risiko, program pemberdayaan zakat dan penerapan standar operasional prosedur yang ketat dapat membantu mencegah penyalahgunaan dana dan meningkatkan efisiensi.
- Pemanfaatan teknologi informasi: Lembaga zakat harus memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan dan distribusi zakat. Penggunaan aplikasi dan platform digital dapat mempermudah proses donasi dan mempermudah pelaporan keuangan secara real-time.
- Edukasi dan sosialisasi zakat: Meningkatkan edukasi, literasi dan kesadaran masyarakat tentang zakat melalui kampanye sosialisasi edukasi dan sadar zakat, seminar, FGD, dan program pelatihan. Edukasi ini harus mencakup pemahaman tentang kewajiban zakat, manfaatnya bagi masyarakat, dan bagaimana memilih lembaga zakat yang terpercaya.
- Kolaborasi dengan pemerintah dan stakeholder Lain: Lembaga zakat perlu menjalin kerjasama dengan pemerintah, perusahaan, dan organisasi masyarakat sipil untuk meningkatkan jangkauan dan efektivitas program pemberdayaan ekonomi. Kolaborasi ini dapat mencakup program kemitraan untuk pembangunan ekonomi umat dan pemberdayaan mustahik.
Mewujudkan Good Governance dalam pengelolaan lembaga zakat adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa zakat yang dikumpulkan dapat disalurkan dengan tepat sasaran, efektif, dan efisien serta sesuai syariah. Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, responsivitas, dan keadilan harus diterapkan secara konsisten untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat.wallahu a’lam